Repost. Ari Wahyono
"Dari Ibnu Umar radhiyallah 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menyendiri, yakni seorang laki-laki menginap atau bepergian sendirian".
"Dari Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya, bahwasanya diletakkan untuknya bejana yang berisi air, lalu seekor kucing menjilat ke dalamnya, ia (tetap) melakukan wudhu. Mereka berkata: "Hai Abu Qatadah, bejana itu telah dijilat oleh kucing". Ia menjawab: "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kucing termasuk di antara anggota keluarga, dan ia termasuk di antara yang mengitari kalian".
Mengajar adalah kewajiban yang
mesti dilakukan oleh pemimpin keluarga, sebagai realisasi dari perintah Allah
Ta'ala:
"Wahai orang-orang yang beriman,
jagalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya manusia dan
batu".(At-Tahrim :
6)
Ayat di atas merupakan dasar
pengajaran dan pendidikan anggota keluarga, memerintah mereka dengan kebaikan
dan mencegah mereka dari kemungkaran.
Di bawah ini beberapa komentar ahli
tafsir tentang ayat tersebut, yakni berkaitan dengan kewajiban yang dibebankan
atas pemimpin keluarga.
Qatadah berkata: "Dia hendaknya
memerintah mereka berbuat taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala serta mencegah
mereka dari maksiat kepadaNya, hendaknya menjaga mereka untuk melakukan apa yang
diperintahkan oleh Allah dan membantu mereka di dalamnya. Maka apabila kamu
melihat kemaksiatan, hendaknya engkau menjauhkan mereka daripadanya dan
memperingatkan untuk tidak melakukannya".
Adh-Dhahhak dan Muqatil berkata:
"Merupakan kewajiban setiap muslim, mengajarkan keluarganya dari kerabat dan
hamba sahayanya akan apa yang diwajibkan oleh Allah atas mereka dan apa yang
dilarangNya".
Ali radhiyallah 'anhu berkata:
"Ajari dan didiklah mereka''.
Al-Kiya At-Thabari berkata: "Kita
hendaknya mengajari anak-anak dan keluarga kita masalah agama dan kebaikan,
serta apa-apa yang penting dan dibutuhkan dalam persoalan adab dan akhlak".
Apabila Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam telah menganjurkan kita mengajari wanita-wanita hamba sahaya
yakni bukan orang-orang merdeka, maka apatah lagi halnya dengan anak-anakmu dan
keluargamu yang merdeka?"
Imam Bukhari dalam Shahihnya,
Bab Pengajaran Laki-laki terhadap Hamba Sahaya Perempuan dan Keluarganya,
menulis hadits:
"Tiga orang yang mendapat dua
pahala: ... dan seorang laki-laki yang memiliki hamba sahaya perempuan lalu ia
mendidiknya dengan baik, mengajarinya dengan baik, kemudian ia memerdekakannya
lalu menikahinya maka baginya dua pahala."
Dalam penjelasan hadits di atas,
Ibnu Hajar mengatakan: "Kesesuaian hadits dengan tarjamah - maksudnya
judul bab - dalam masalah hamba sahaya perempuan adalah dengan nash, dan dalam
masalah keluarga dengan qiyas, sebab perhatian dengan keluarga yang merdeka
dalam soal pengajaran kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh Allah dan
sunnah-sunnah RasulNya adalah sesuatu yang harus dan pasti daripada perhatian
kepada hamba sahaya perempuan".
Karena adanya kesibukan dan tugas
serta ikatan lainnya, seseorang terkadang melalaikan untuk meluangkan waktu bagi
dirinya sehingga bisa mengajari keluarganya. Diantara jalan pemecahan dalam
persoalan ini yaitu hendaknya ia mengkhususkan satu hari dalam seminggu sebagai
waktu untuk keluarga, bahkan mungkin juga dengan melibatkan kerabat lain untuk
menyelenggarakan majlis ilmu di dalam rumah. Ia hendaknya mengumumkan
hari tersebut kepada segenap anggota keluarga dan menganjurkan agar menepati dan
datang pada hari yang ditentukan tersebut, bahkan akan lebih efektif dengan
menggunakan kata-kata wajib datang, baik kepada dirinya maupun kepada anggota
keluarga yang lain.
Berikut ini adalah apa yang terjadi
pada diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam masalah ini.
Imam Bukhari berkata: "Bab:
Apakah bagi Wanita Disediakan Hari Khusus untuk Ilmu?" Lalu menyitir
hadits Abu Said AI-Khudri radhiyallah 'anhu :
"Para wanita berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Kami telah dikalahkan kaum laki-laki dalam berkhidmat kepadamu. Karena itu buatlah untuk kami suatu hari dari dirimu", lalu Rasulullah menjanjikan mereka suatu hari untuk bertemu dengan mereka, maka Rasulullah menasehati dan memerintah mereka".
"Para wanita berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Kami telah dikalahkan kaum laki-laki dalam berkhidmat kepadamu. Karena itu buatlah untuk kami suatu hari dari dirimu", lalu Rasulullah menjanjikan mereka suatu hari untuk bertemu dengan mereka, maka Rasulullah menasehati dan memerintah mereka".
Ibnu Hajar berkata: "Dalam riwayat
Sahl bin Abi Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah mirip dengan kisah ini, ia
berkata; "Perjanjian kalian di rumah Fulanah, maka Rasulullah mendatangi
mereka dan memberi ceramah kepada mereka".
Dari hadits di atas kita bisa
mengambil kesimpulan akan pentingnya pengajaran para wanita di rumah-rumah, dan
mengingatkan pula betapa besar perhatian para sahabat wanita dalam masalah
belajar, juga menunjukkan bahwa mengkonsentrasikan semangat mengajar hanya
kepada laki-laki dengan meninggalkan kaum perempuan adalah kelalaian besar bagi
para da'i dan pemimpin rumah tangga.
Sebagian pembaca mungkin berkata,
misalnya, kita telah meluangkan waktu sehari dalam seminggu dan hal itu telah
kita kabarkan kepada anggota keluarga, lalu apa yang akan kita berikan dalam
pertemuan (majlis) tersebut? Dan bagaimana pula memulainya?
Sebagai jawaban dari pertanyaan
tersebut, Penulis mencoba memberikan ide dalam hal ini sehingga menjadi
manhaj (program) sederhana untuk mengajar anggota keluarga secara umum
dan bagi kaum wanita secara khusus.
- Tafsir Al-Allamah Ibnu Sa'di, yaitu Tafsir Taisirul Karim Ar-Rahman fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan. Terdiri dari tujuh jilid, sajian dan bahasannya mudah. Tafsir ini bisa ditelaah dan dibaca per surat atau semampunya dalam tiap kali pertemuan.
- Riyaadhus Shaalihiin dengan komentar dan keterangan serta pelajaran yang bisa diambil dari tiap hadits. Dalam hal ini bisa merujuk pada kitab Nuzhatul Muttaqiin.
- Husnul Uswah Bimaa Tsabata Anillaahi Waraasuulihi Fin Niswah, karya Shiddiq Hasan Khan.
Juga penting untuk diajarkan
kepada wanita beberapa persoalan hukum Fiqh, misalnya hukum bersuci, haid, hukum
shalat dan zakat, puasa dan haji, jika mereka telah bisa melakukannya. Demikian
pula hukum makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, sunnah-sunnah fithrah dan
para mahram, hukum lagu, gambar dan sebagainya.
Diantara rujukan-rujukan penting
dalam masalah-masalah tersebut yaitu fatwa-fatwa para ulama seperti Kumpulan
Fatwa-fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin dan ulama lain selain mereka, baik itu berupa buku maupun rekaman
kaset.
Termasuk dalam kategori jadwal
pengajaran wanita dan keluarga adalah dengan mengingatkan mereka untuk mengikuti
berbagai ceramah umum yang disampaikan oleh para ulama, atau penuntut ilmu yang
terpercaya di bidangnya, jika hal itu memungkinkan. Hal ini untuk lebih banyak
memberikan referensi dan sumber pengajaran, juga untuk variasi. Selain itu,
jangan pula dilupakan masalah mendengarkan siaran bacaan Al-Qur'anul Karim serta
menaruh perhatian kepadanya. Termasuk dalam rangka penyediaan sarana pengajaran
adalah mengingatkan anggota keluarga pada hari-hari tertentu agar para wanitanya
menghadiri pameran buku-buku Islami, tetapi dengan memperhatikan syarat-syarat
bepergian yang telah diatur agama.
Nasehat (9): Buatlah Perpustakaan di
Rumahmu.
Diantara yang membantu proses
pengajaran bagi keluarga adalah pemberian kesempatan belajar agama dan menolong
mereka untuk mentaati hukum-hukum syari'at dengan membuat perpustakaan Islami di
rumah, tidak harus besar, tetapi yang penting bisa menyeleksi buku-buku penting,
menempatkannya di tempat yang gampang diambil, dan menganjurkan anggota keluarga
untuk membacanya.
Hendaknya di ruang dalam disediakan
kamar yang bersih dan tertib, cocok untuk meletakkan buku-buku, di kamar tidur,
juga di ruang tamu, sehingga memberi kesempatan kepada anggota keluarga membaca
buku dengan teratur.
Diantara perpustakaan yang baik dan
efisien - dan sungguh Allah menyukai yang baik dan efisien - adalah hendaknya
perpustakaan itu memuat sumber-sumber yang daripadanya bisa dicari pembahasan
dan pemecahan berbagai persoalan, bermanfaat untuk anak-anak di sekolah, dan
hendaknya pula memuat buku-buku untuk tingkatan yang beragam, juga buku-buku
yang cocok untuk orang dewasa dan anak-anak, laki-laki dan perempuan.
Jika mampu, bisa pula disediakan
buku-buku khusus hadiah bagi tamu dan kawan anak-anak serta pengunjung keluarga,
dengan memperhatikan soal cetakan yang menarik, buku yang telah diteliti dan
diedit, serta hadits-haditsnya telah diperiksa dan diterangkan secara jelas.
Untuk mendirikan perpustakaan rumah,
bila perlu dengan memanfaatkan pameran buku-buku setelah meminta pertimbangan
terlebih dahulu kepada orang yang ahli di bidang perbukuan.
Diantara yang membantu memudahkan
mencari buku-buku yaitu dengan menertibkan buku-buku sesuai judulnya. Misalnya
buku tafsir di rak tersendiri, demikian pula hadits, fiqh dan seterusnya.
Salah seorang anggota keluarga
hendaknya ada yang menata daftar buku sesuai dengan abjad dan judul, sehingga
akan memudahkan pencarian buku, sebab terkadang banyak orang yang senang membaca
buku-buku keislaman menanyakan nama-nama buku tersebut pada perpustakaan rumah.
Di bawah ini ada beberapa usulan
dalam masalah buku-buku penting bagi perpustakaan rumah:
Tafsir: Tafsir lbnu Katsir, Tafsir lbnu
Sa'di, Zubdatut Tafsir karya Al-Asyqar, Ushulut Tafsir karya Ibnu
Utsaimin, dan Lamahaat fii Uluumil Qur'an karya Muhammad Ash-Shabbagh.
Hadits: Shahihul Kalimith Thayyib,
Amalul Muslimi fil Yaum wal Lailah, Riyadhush Shalihin dan
keterangannya, Nuzhatul Muttaqin, Mukhtashar Shahih Al-Bukhari
karya Zubaidi, Mukhtashar Shahih Muslim karya Mundziri dan Al-Albani,
Shahihul Jami' Ash-Shaghier, Dha'iful Jami' Ash-Shaghier,
Shahihut Targhib wat Tarhib, As-Sunnah wa Makaanatuha fit
Tasyrii', Qawa'id wa Fawa'id Minal Arba'in An-Nawawiyyah karya Nazhim
Sulthan.
Aqidah: Fathul Majid Syarhu
KitabAt-Tauhid dengan tahqiq Arna'uth, A'laamus Sunnah
Al-Mansyurah karya Al Hakamy,Ma'arijul Qabuul karya Al—Hakamy,
Syarhul Aqidah Ath-Thahawiyah dengan tahqiq Al-Albani,
Silsilatul Aqidah karya Umar Sulaiman Al-Asyqar (8 ]uz), Asyraatus
Saa'ah karya Dr.Yusuf Al-Wabil.
Fiqh: Manaarus Sabil karya Ibnu
Dhauyan, Irwaa'ul Ghalil karya Al-Albani, Zaadul Ma'aad,
Al-Mughni karya lbnu Qudamah, Fiqhus Sunnah, Al-Mulakhkhashul
Fiqhi karya Shalih Fauzan, Majmu'atu Fataawa Al-Ulama (Abdul Aziz
bin Baaz, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Abdullah bin Jibrin), Shifatu
Shalatin Nabi karya Al-Albani dan Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Mukhtashar
Ahkamil Jana'iz karya Al-Albani.
Akhlaq dan Penyucian
Jiwa:
Tahdzibu Madarijis Salikin, Al-Fawa'id, Al-Jawabul
Kaafi, Thariqul Hijratain Wa Baabus Sa'adatain, Al-Wabilush
Shayyib Wa Rafi'ul Kalimith Thayyib karya Ibnul Qayyim, Lathaa'iful
Ma'aarif karya lbnu Rajab, Tahdzibu Mau'idhatil Mukminin,
Ghidza'ul Albab.
Sejarah dan
Biografi:
Al-Bidayah Wan Nihayah karya Ibnu Katsir, Mukhtashar Asy-Syamaa'il Al
Muhammadiyyah karya At-Turmudzi, Ar-Rahiiqul Makhtum, Al-
'Awaashim minal Qawaashim karya Ibnul Arabi tahqiq Al-Khatib dan
Al-Istanbuli, Al-Mujtama' Al- Madani (1-2) karya Akram Al-Umari,
Siyaru A'laamin Nubala', Manhaju Kitaabit Tarikh Al-lslami karya
Muhammad bin Shamil As-Salami.
Di samping itu, masih banyak lagi
kitab-kitab di bidang lain. Misalnya kitab-kitab karya Imam Mujaddid Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab, kitab-kitab karya Al-Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman
bin Nashir As-Sa'di. Juga kitab-kitab Umar bin Sulaiman Al-Asyqar, Syaikh
Muhammad bin Ahmad bin Ismail Al-Muqaddam, Ustadz Muhammad Muhammad Husein,
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Ustadz Husain Uwaisyah dalam Raqa'iq,
Kitabul Iman karya Muhammad Na'im Yasin, Al-Wala' wal Bara' karya
Syaikh Muhammad Said Al-Qahthani, Al-Inhiraafaat Al-Aqadiyah fil Qarnain
Ats-Tsani Asyar wats Tsalits Asyar karya Ali Az-Zahrani, Al-Muslimun Wa
Dhahiratul Hazimah An-Nafsiyah karya Abdullah Asy-Syabanah, Al-Mar'ah
Bainal Fiqhi Wal Qaanun karya Musthafa As-Siba'i, Al-UsratuI Muslimah
Amamal Fiidiyu Wal Tilifiziyun karya Marwan Kack, Al-Mar'atul Muslimah
I'daaduha Wa Mas'uuliyatuha karya Ahmad Ababathin, Mas'uuliyatul Ab
Al-Muslim fii Tarbiyati Waladihi karya Adnan Baharits, Hijaabul
Muslimah karya Ahmad Al-Barazi, Wajaa 'a Daurul Majuus karya Abdullah
Muhammad Al-Gharib, juga buku-buku karya Syaikh Bakar Abu Zaid dan Ustadz
Masyhur Hasan Salman.
Selain itu masih banyak lagi
buku-buku yang bermanfaat. Apa yang kami sebutkan di atas hanyalah sebagai
contoh, tidak berarti kami membatasi. Di samping itu, saat ini telah pula
merebak kecenderungan buku-buku kecil dan praktis yang banyak bermanfaat. Kalau
kita catat di sini, tentu tak memungkinkan, karena itu masing-masing hendaknya
meminta pendapat orang ahli dan teliti dalam menyeleksinya. Dan sungguh,
barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan, niscaya Ia akan pahamkan orang
tersebut dalam masalah agama.
Nasehat (10): Perpustakaan Kaset di
Rumah.
Tape Recorder di dalam rumah bisa berfungsi baik
atau jelek. Bagaimana menjadikan penggunaannya diridhai oleh Allah ?
Diantara sarana untuk itu adalah
menjadikan koleksi kaset yang ada di dalam rumah merupakan kaset-kaset Islami
dan baik. Yakni rekaman dari para ulama, pembaca Al-Qur'an (qari' ),
penceramah, pemberi nasehat, khatib dll.
Sungguh, mendengarkan kaset bacaan
Al-Qur'an yang khusyu' dari suara sebagian imam shalat tarawih misalnya,
memiliki pengaruh besar bagi keluarga di rumah. Baik itu pengaruh dari makna
yang terkandung di dalam Al-Qur'an maupun pengaruh terhadap hafalan mereka,
karena senantiasa memperdengarkannya kembali, juga pengaruh segi penjagaannya
dari pendengaran setan seperti lagu-lagu, sebab telinga dan hati tidak cocok
untuk bercampur di dalamnya kalamullah dan lagu-lagu setan.
Betapa banyak kaset-kaset fatwa yang
memberikan pengaruh dalam pemahaman fiqh anggota keluarga dalam berbagai
persoalan yang mereka hadapi sehari-hari dalam kehidupan mereka. Di antara yang
digagaskan dalam masalah ini yaitu mendengarkan fatwa-fatwa rekaman dari para
ulama seperti fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani,, Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, Syaikh Shalih Al-Fauzan dan lain-lain
dari ulama yang terpercaya keilmuan dan agamanya.
Umat Islam hendaknya memperhatikan
dari mana ia mengambil fatwa agama, karena ini adalah urusan agama. Karena itu,
lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu. Kita hendaknya mengambil agama dari
orang yang telah dikenal keshalihan dan takwa serta wara'nya, bersandar kepada
hadits-hadits shahih dan tidak ta'ashub madzhab, berkata sesuai dengan
dalil, konsisten dengan manhaj wasath (pertengahan), tidak terlalu
ekstrim dan memberatkan, atau terlalu longgar dan mempermudah, dan dia adalah
orang yang mengetahui (khabir) terhadap apa yang kita tanyakan.
Allah berfirman:
"(Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia". (Al-Furqan: 59).
"(Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia". (Al-Furqan: 59).
Mendengarkan penceramah yang
berdakwah menyadarkan umat, menegakkan dalil dan kebenaran serta menolak
kemungkaran adalah sesuatu yang amat penting dalam pembangunan pribadi di dalam
rumah tangga muslim.
Alhamdulillah, kaset-kaset para ulama itu sangat
banyak jumlahnya. Tetapi yang penting, setiap muslim harus mengetahui ciri-ciri
manhaj (metode) yang benar bagi seorang penceramah sehingga
kaset-kasetnya perlu didengarkan dan yang mendengarkan aman karenanya.
Di antara ciri-ciri itu adalah:
- Penceramah itu harus berada diatas aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, setia kepada sunnah dan meninggalkan bid'ah.
- Hendaknya ia bersandarkan pada hadits-hadits shahih dan menghindari hadits-hadits dha'if dan palsu.
- Hendaknya ia jeli dan peka dengan kondisi sosial masyarakat serta apa yang mereka alami. Ia harus bisa meletakkan obat tepat pada penyakit. Menyampaikan kepada manusia apa yang bermanfaat dan sangat mereka butuhkan.
- Hendaknya ia berani menyampaikan kebenaran sesuai dengan kemampuannya dan tidak berbicara dengan batil.
Kaset-kaset itu perlu diletakkan di
laci dengan tertib sehingga gampang diambil, juga akan menjaga kaset tersebut
dari hilang, rusak, atau dibuat mainan anak-anak. Kaset-kaset yang baik
hendaknya kita usahakan untuk disebarkan melalui peminjaman atau
menghadiahkannya untuk orang lain.
Dalam pemanfaatan tape
recorder ini, adalah baik dengan meletakkan alat tersebut di dapur sehingga
akan memberi manfaat kepada ibu rumah tangga, juga di kamar tidur untuk bisa
memanfaatkan waktu hingga saat terakhir menjelang kita tidur.
Nasehat (11): Mengundang
Orang-orang Shalih, Ulama, dan para Penuntut
Ilmu ke Rumah.
Ilmu ke Rumah.
Firman Allah Ta'ala
:
"Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu-bapakku, orang-orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan". (Nuh :28).
"Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu-bapakku, orang-orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan". (Nuh :28).
Sungguh masuknya orang-orang beriman
dapat menambah cahaya bagi rumahmu. Di samping itu, mengadakan pembicaraan,
bertanya dan berdiskusi dengan mereka akan mendatangkan banyak sekali manfaat.
Orang yang membawa kesturi mungkin
akan memberikannya padamu, atau engkau membeli daripadanya, atau minimal engkau
akan dapati daripadanya bau wangi semerbak.
Dengan kedatangan mereka, tentu
ayah, saudara dan anak-anak ada yang ikut menyambutnya, sedang para wanita akan
mendengarkannya dari balik hijab tentang apa yang mereka perbincangkan. Hal itu
adalah pendidikan bagi semua. Jika engkau memasukkan suatu kebaikan maka engkau
telah menolak masuknya sesuatu yang jelek dan kehancuran.
Nasehat (12): Belajar Hukum-hukum
Syari'at tentang Rumah.
Di antaranya:
Shalat di rumah.
Tentang shalat laki-laki, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sebaik-baik shalat laki-laki adalah di rumahnya, kecuali shalat wajib."
"Sebaik-baik shalat laki-laki adalah di rumahnya, kecuali shalat wajib."
Adapun shalat-shalat wajib tersebut
maka wajib dilakukan di masjid, kecuali ada udzur. Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
"Shalat tathawwu' (sunnah) laki-laki di rumahnya melebihi (pahala) amalan tathawwu' di hadapan manusia, sebagaimana keutamaan shalat seorang laki-laki secara berjama'ah dengan shalatnya sendirian".
"Shalat tathawwu' (sunnah) laki-laki di rumahnya melebihi (pahala) amalan tathawwu' di hadapan manusia, sebagaimana keutamaan shalat seorang laki-laki secara berjama'ah dengan shalatnya sendirian".
Adapun bagi wanita, semakin ke dalam
tempat shalatnya dari bagian rumahnya maka semakin utama.
Sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Sebaik-baik shalat kaum wanita yaitu di bagian paling dalam dari rumahnya".
"Sebaik-baik shalat kaum wanita yaitu di bagian paling dalam dari rumahnya".
Agar orang lain tidak menjadi imam
di rumahnya, dan tidak boleh duduk seseorang di tempat yang biasa diduduki oleh
pemilik rumah kecuali dengan izinnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
"Tidak boleh seorang laki-laki diimami di wilayah kekuasaannya, dan tidak diduduki atas kemuliannya (tempat duduknya) di rumahnya kecuali dengan izinnya".
"Tidak boleh seorang laki-laki diimami di wilayah kekuasaannya, dan tidak diduduki atas kemuliannya (tempat duduknya) di rumahnya kecuali dengan izinnya".
Maksudnya, tidak boleh maju untuk
menjadi imam atas tuan rumah, meski sebetulnya orang lain lebih baik bacaannya
daripadanya, atau orang yang memiliki kekuasaan seperti tuan rumah atau imam
tetap masjid. Demikian pula seseorang tidak boleh duduk di tempat khusus tuan
rumah baik itu kursi atau kasur kecuali dengan izinnya.
Izin
"Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan
memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu
(selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya maka janganlah
kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu:"Kembali
(sajalah)", maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan". (An-Nur: 27-28).
"Dan masuklah ke rumah-rumah itu
dari pintu-pintunya". (Al-Baqarah: 189).
Boleh masuk ke dalam rumah kosong
(yang tidak berpenghuni) dengan tanpa izin manakala orang yang masuk tersebut
memiliki barang di dalamnya, misalnya rumah yang diperuntukkan bagi
tamu.
"Tiada dosa atasmu memasuki rumah
yang tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah
mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan".
(An-Nur : 29).
Tidak mengapa makan di rumah kerabat
dan rumah teman-teman serta di rumah orang lain yang kita memiliki kuncinya,
jika mereka tidak membenci hal tersebut.
"Tidak ada halangan bagi orang buta,
tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula)
bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di
rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang
laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang
laki-laki, di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang
laki-laki, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak
ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau
sendirian...".
(An-Nur: 61).
Melarang anak-anak dan pembantu
masuk ke dalam kamar tidur ibu bapak, tanpa izin, pada waktu-waktu istirahat
(tidur).
Yaitu sebelum shalat subuh, waktu
tidur siang, setelah shalat Isya', karena ditakutkan pandangan mereka akan
tertumbuk pada pemandangan yang tidak sesuai, jika melihat sesuatu tanpa sengaja
pada selain waktu-waktu tersebut maka hal itu bisa ditolerir (dimaafkan). Sebab
mereka adalah orang-orang yang bercampur di satu rumah dan melayani sehingga
sulit untuk menghindari hal tersebut. Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang
belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu
hari), yaitu: sebelum shalat shubuh, ketika kamu menanggalkan pakaian
(luar)mu di tengah hari dan sesudah shalat lsya'. (Itulah) tiga aurat bagi kamu.
Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu.
Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang
lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (An-Nur 58).
Dilarang mengintip rumah orang lain,
tanpa izin mereka.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
"Barangsiapa mengintip rumah kaum (orang) lain tanpa izin, kemudian mereka mencongkel matanya, maka baginya tidak ada diyat dan tidak pula qishash".
"Barangsiapa mengintip rumah kaum (orang) lain tanpa izin, kemudian mereka mencongkel matanya, maka baginya tidak ada diyat dan tidak pula qishash".
Wanita yang ditalak tidak boleh
keluar atau dikeluarkan dari rumahnya selama waktu iddah (menunggu)
dengan memberikan infak kepadanya.
Allah berfirman: "Hai Nabi,
apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka
pada waktu (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada
Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah
mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang
terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum
Allah maka sesungguhnya dia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Kamu
tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang
baru". (Ath-Thalaq: 1).
Boleh bagi laki-laki memisahkan
(meninggalkan) isteri yang durhaka di dalam atau di luar rumah, sesuai dengan
maslahat menurut agama.
Adapun memisahkan diri dari isteri
di dalam rumah, dalilnya firman Allah :
"Dan pisahkanlah diri dari di tempat tidur mereka".(An-Nisa': 34).
"Dan pisahkanlah diri dari di tempat tidur mereka".(An-Nisa': 34).
Adapun dasar memisahkan diri dari
isteri di luar rumah adalah seperti yang terjadi pada diri Rasulullah
Shallallahu alaihi wasalam ,ketika beliau memisahkan diri dari isteri-isteri
beliau di dalam kamar-kamar mereka, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam
mengasingkan diri di luar rumah isteri-isteri beliau.
Tidak menginap di rumah
sendirian.
"Dari Ibnu Umar radhiyallah 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menyendiri, yakni seorang laki-laki menginap atau bepergian sendirian".
Larangan itu disebabkan karena
dengan sendirian ditakutkan akan terjadi sesuatu. Misalnya serangan musuh,
pencuri, atau sakit. Adanya teman yang mendampinginya akan menolak keinginan
musuh atau pencuri menyerangnya, juga akan membantunya jika dia jatuh sakit.
Tidak tidur di lantai atas yang
tidak memiliki pagar, agar tidak jatuh.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
"Barangsiapa tidur di loteng rumah yang tidak memiliki batu (penghalang, pagar), maka sungguh aku telah lepas tanggung jawab daripadanya".
"Barangsiapa tidur di loteng rumah yang tidak memiliki batu (penghalang, pagar), maka sungguh aku telah lepas tanggung jawab daripadanya".
Sebab orang yang tidur, terkadang -
dengan tidak sadar - berguling-guling dalam tidurnya. Jika ia tidur di
lantai atas/atap rumah yang tidak memiliki pagar atau pembatas yang
menghalanginya, bisa jadi ia akan jatuh ke bawah yang menyebabkannya meninggal
dunia.
Jika hal itu terjadi,maka tak
seorangpun yang berdosa karena kematiannya, semua lepas dari tanggung jawab atas
kematian orang tersebut.
Di samping hal itu juga menyebabkan
pelecehannya terhadap penjagaan Allah padanya, sebab ia tidak mengambil langkah
ikhtiar dan sebab.
Kucing-kucing piaraan tidak
menjadikan najis bejana, bila kucing tersebut minum atau makan
daripadanya.
"Dari Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya, bahwasanya diletakkan untuknya bejana yang berisi air, lalu seekor kucing menjilat ke dalamnya, ia (tetap) melakukan wudhu. Mereka berkata: "Hai Abu Qatadah, bejana itu telah dijilat oleh kucing". Ia menjawab: "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kucing termasuk di antara anggota keluarga, dan ia termasuk di antara yang mengitari kalian".
Dalam riwayat
lain:"Kucing itu tidak najis,
sesungguhnya ia termasuk di antara yang mengitari kalian".